Oleh : Nafriandi
Dalam rangka melaksanakan
pengadaan barang/jasa pemerintah, kita tentu tidak akan lepas dari peraturan
perundang-undangan sebagai pedoman baik pelaksanaan maupun dalam mengimplementasi
terhadap unsur-unsur pelaksananya, dimana saat ini kita mengacu kepada UU No.
18 tahun 1999 besarta turunannya dan terhadap keuangannya UU No 1 tahun 2004
beserta turunnya.
Dalam pelaksanaan Pengadaaan barang/jasa
pemerintah, terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan tidak akan terlepas dari UU
No. 18 Tahun 1999 tentang jasa Konstruksi serta turunannya, dimana turunan
utama disamping turunan terkait lainnya dari UU tersebut sebagai berikut :
1. PP
No. 29 tahun 2000 tentang
penyelenggaraan Jasa Konstruksi
2. PerPres
No. 54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah
3. Permen
PU
Sedangkan terhadap keuangan yaitu
UU No. 1 Tahun 2004 tentang perbendahaan Negara turunnya adalah :
1. PP
No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
2. Permendagri.
Dalam pelaksanaan barang/jasa
pemerintah pada saat ini terkadang terjadi perbedaan antara daerah dalam
pengimplementasian, terutama unsur-unsur pelaksana dan keberadaan kegiataan
yang akan dilaksanan, perbedaan penerapan aturan yang mungkin berbeda-beda
antar daerah yang satu dengan daerah yang lainnya dan lebih ironis lagi PPTK
terlibat dalam penanda tanganan kwitansi, kondisi tersebut ada baiknya
dilakukan penyamaan persesepi terhadap PPTK, PPK dan unsure lainnya.
Selain hal tersebut diatas,
persoalan sering muncul ketika Unit SKPD pelaksana kegiatan tidak memiliki
tenaga teknis, hal tersebut akibat kurangnya mencermati amanat UU No 18 Tahun
1999, sehinggga kegiatan yang diamanatkan tersebut tersebar hampir disetiap
unit SKPD tanpa memikirkan aspek hukumnya, maka muncullah persoalan tenaga teknis
tersebut, dalam setiap kegiatan Jasa konstruksi harus mempunyai personil yang
cukup baik PPK, Tim Serah terima dan lainnya.
Disamping itu yang selalu menjadi
perbincangan dikalangan pengelola pengadaan barang/Jasa pemerintah, terkait
kenektifitas peraturan keuangan dengan peraturan teknis terhadap penafsiran unsur-unsur pelaksana
kegiatan dan pengelolah kegiatan.
a.
PPTK dan PPK
- PPTK
PP 58 Tahun 2005
Pejabat
Pelakasana Teknis Kegiatan (PPTK) Pasal 12
Angka (1) Pejabat Pengguna Anggaran atau Kuasa
Pengguna Anggaran dalam melaksanakan program dan kegiatan dapat menunjuk
Pejabat Pada unit kerja SKPD selaku PPTK”
Angka (2)Tugas PPTK : a. Mengendalikan
Pelaksanaan Kegiatan b. Melaporkan
perkembangan pelaksanaan kegiatan dan
c. Menyiapkan dokumen anggaran atas beban Pengeluaran pelaksanaan
kegiatan.
PPTK pada Unit kerja SKPD yang ditunjuk
adalah Pejabat Bukan staf pada unit
kerja, ketika staf menjadi PPTK berarti perlu dikembalikan ke bunyi pasal
dimaksud, ketika ada kata-kata “Dapat”
hal tersebut bukanlah untuk siapanya melainkan untuk ada atau tiada (ditunjuk
atau tidak) PPTK tersebut dalam kegiatan yang akan dilaksanakan.
Pada Angka (2)
Point terlihat jelas tugas pokok PPTK yaitu
menyiapkan dokumen pencairan, dalam hal menyiapkan dokumen pencairan ini, PPTK
jelas tidak terlibat dalam penandatangan apapun kecuali pada check list dokumen pencairan
- PPK
PerPres No. 54
Tahun 2010
Pejabat Pembuat
Komitmen
Pasal 11
(1) PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan
sebagai berikut:
a. menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa yang meliputi ( spesifikasi teknis Barang/Jasa, Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan rancangan Kontrak). b. menerbitkan Surat
Penunjukan Penyedia Barang/Jasa; c.
menandatangani Kontrak; d. melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa; e.
mengendalikan pelaksanaan Kontrak; f. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian
Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA; g. menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan
Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan; h. melaporkan kemajuan
pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan
kepada PA/KPA setiap triwulan; dan i. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh
dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(2) Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1),
dalam hal diperlukan, PPK dapat:
a.
mengusulkan kepada PA/KPA: 1) perubahan paket pekerjaan; dan/atau 2)
perubahan jadwal kegiatan pengadaan;
b.
menetapkan -b. menetapkan tim pendukung; c. menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan
teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan d. menetapkan besaran Uang Muka yang akan
dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa.
PPK merupakan delegasi wewenang dari
PA/KPA, dimana ketika PPK ditetapkan oleh PA/KPA mau tidak mau, suka atau tidak
kewenangan fisik, keuangan dan admistrasi proyek menjadi tanggung jawab PPK,
PPK bukan hanya sekedar berkomitmen tetapi PPK melakukan perikatan hukum yang
pasal demi pasal menjadi kewenangannya.
Ketika pasal-pasal
wajib yang menjadi kewenangan salah satu dikurangi sebagaimana yang tertuang
dalam pasal 22 dan 23 PP No. 29 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan jasa
konstruksi, maka dapat dikatakan kontrak yang diperjanjikan tidak syah.
Siapa PPK
tersebut? PPK adalah Tidak harus Pejabat pada unit satuan kerja perangkat
daerah, tetapi apa yang disyaratkan oleh Pasal 12 PerPres 54 Tahun 2010.
Jadi PPTK dan
PPK mempunyai tugas dan kewenangan yang berbeda, PPTK merupakan Pejabat Pada
unit satuan kerja kemudian staf ditunjuk sebagai PPK, kondisi tersebut bisa
terjadi perbedaan-perbedaan yang ujung-ujungnya saling punya kewenangan, pada
struktural PPTK atasan dari PPK sedangkan pada kegiatan PPTK pendukung dari
PPK, itulah sebenarnya yang perlu kita
siasati agar tidak terjadi pertentangan-pertentangan antar PPTK dan PPK.
Untuk mengatasi
persoalan tersebut ada baik ketika staf di tunjuk sebagai PPK, maka PPTK
ditiadakan saja. namun ketika PA atau KPA (Kepala Bidang, Kabag) selaku PPK,
maka kondisi inilah baru ditunjuk PPTK (Kasi atau kasubag). Pada prinsipnya
penunjukan tersebut melihat pada situasi dan kondisi yang ada.
b.
Unit Kerja Pengelola Kegiatan
Pada saat ini berbagai kegiatan
Jasa Konstruksi di daerah tersebar hampir disetiap unit SKPD, terutama
didominasi oleh bidang kecipta karyaan atau bangunan gedung, kondisi tersebut
pulalah yang membuat munculnya berbagai ungkapan dan ucapan seperti yang
populer terbatasnya tenaga teknis. Ungkapan-ungkapan tersebut terus
menggelinding, seiring munculnya permasalahan-permasalahan teknis dilapangan
yang membuat para pengelola bingung dan tidak sedikit pula yang berujung ke
ranah hukum.
Kondisi tersebut bukannya di
evaluasi malah semakin bertambah dan bertambah dari tahun ke tahunnya,
sebenarnya kita bisa meminimalisir permasalahan-permasalahannya didaerah, namum
kerena keinginan bukan kebutuhan membuat para pengelola jasa konstruksi seakan
bisa diberikan kepada siapa saja dan kita seakan lupa bahwa dasar dari
pengelolaan jasa kontruksi itu ada yaitu :
1. UU
No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
2. PP No. 29 tahun 2000 tentang penyelenggaraan
Jasa Konstruksi
3. PerPres
No. 54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah
4. Permen
PU
Peraturan perundang-undangan Jasa
Konstruksi ini memang mempunyai hubungan komplementaris terutama dengan Peraturan-Peraturan
Perbendaharaan dan Admistrasi Pemerintahan, sehingga Jasa kontruksi itu sendiri
tetap berpegang pada peraturan diatas yang isinya mengatur tentang beberapa
bidang seperti yang tercantum dalam UU
No. 18 Tahun 1999 Pasal 6 berbunyi “Bidang
usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/atau elektrikal
dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya”.
Muncul pertanyaan, mengapa
peraturan menteri PU dijadikan salah satu dasar dalam jasa kontruksi didaerah? Karena
Permen PU tersebut merupakan amanat PP No. 29 Tahun 2000 Tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Pasal 62 ayat 1 Berbunyi “Tata laksana dan penerapan
sanksi administratif terhadap pengguna jasa instansi/lembaga pemerintah dan
atau lembaga Negara diatur lebih lanjut oleh Menteri.”
Kalaulah kita melihat kondisi
sekarang, ketika Jasa Konstruksi tersebar hampir diseluruh Unit SKPD, otomatis
konsultasi sebagian besar Unit SKPD di Daerah yang menangani jasa konstruksi
sebaiknya Kementerian PU (Sekarang Kementerian PU PeRa) atau sekurang-kurangnya
pada Dinas Terkait Jasa Konstruksi yang ada didaerah tersebut.
Mensiasati Terbatasnya Tenaga
Teknis
Unit SKPD yang mengelola kegiatan
konstruksi tidak tersedia tenaga Teknik Konstruksinya, untuk PPK atau KPA selaku
PPK, ada baik mengacu kepada Permen PU, karena rata-rata unit SKPD daerah
mengelola Gedung (bidang kecipta karyaan), baik pembangunan maupun
pemeliharaannya, salah satu syarat PPK dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun
2010 Pasal 12 Poin 3 huruf berBunyi “berpendidikan paling kurang Sarjana Strata
Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan
pekerjaan”, berarti boleh tidak sesuai keahlian, maka pada kondisi ini
bentuk tim pendukungnya untuk membantu PPK, dimana mangacu pada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 45/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan
Bangunan Gedung Negara (Jika Tidak ada Perbup atau Keputusan Bupati/Walikota),
yaitu Pasal 4 ayat (1) berbunyi “Setiap
pembangunan Bangunan Gedung Negara yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga
harus mendapat bantuan teknis berupa tenaga Pengelola Teknis dari Departemen
Pekerjaan Umum dalam rangka pembinaan teknis”. untuk daerah tentu harus
disesuaikan.
Ketika PPK tidak memenuhi bidang
keahliannya, maka Tenaga Pengelola Teknis Kegiatan/TPTK (bukan PPTK menurut
Permendgri atau PP 58 tahun 2005) yang
ditunjuk tersebut sesuai dengan keahliannya, sehingga dalam kegiatan tersebut ada
penanggung jawab formilnya, sedangkan yang mengikat perjanjian (PPK/KPA) tetap
bertanggung jawab terhadap Materiilnya, mengapa demikian? Jika TPTK tadi tidak sesuai keahliannya, maka penangggung jawab
formilnya tidak terpenuhi, ketika hal tesebut tidak terpenuhi sama dengan menjerumuskan
pada kesalahan seandainya terjadi kerugian, hal tersebut menjadi tanggung jawab
pembuat keputusan (yang menunjuk),
sesuai dengan UU 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan
Pasal 54 ayat 2 berbnunyi “Keputusan yang
bersifat deklaratif menjadi tanggung jawab
Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan yang bersifat
konstitutif”.
Kesimpulan
1.
PPTK yang ditunjuk Pada Unit Satuan Kerja Perangkat Daerah
adalah Pejabat Struktural, yang tidak terlibat dalam penanda tanganan proses
pencairan dan dalam Pekerjaan Fisik dilapangan.
2.
PPK merupakan Pejabat yang berwenang dalam
melaksanakan Kotrak Kerja Konstruksi dan dibantu oleh tim pendukung yang
sebaiknya ditetapkan oleh PPK sendiri atau sekurang-kurangnya melalui usulannya.
3.
Kekuarangan tenaga teknis jangan dijadikan
alasan, ketika hal tersebut kita yang menginginkan gunakan solusi-solusi yang
tawarkan oleh peraturan perundang-undangan.
4.
Dalam penunjukan pelaksana pengelola kegiatan
disesuaikan dengan asas profesionalisme dengan melihat kompetensi teknis agar
tidak bertentangan dengan Pasal 54 ayat 2 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
Demikian sedikit yang bisa saya pahami tentang Pengadaan
Barang/Jasa.
Jika
terjadi salah Tafsir mohon luruskan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar